Thursday 25 April 2013

Are We a part of Green Consumerism?

Waktu ikutan ajang duta konsumen di departemen IKK, bingung juga yah mau bikin esai apa. yaudah akhirnya terlahir lah si esai berikut ini..





Sejak beberapa tahun terakhir, kita sering menemui barang-barang di pasaran yang mencantumkan label-label terkait pelestarian lingkungan pada produknya. Seperti eco-friendly, non-CFC pada produk lemari es dan juga spray, no-animal testing pada produk obat-obatan dan kecantikan, recycleable pada produk botol plastik, kertas, dan berbagai kemasan lainnya. Munculnya berbagai label pelestarian lingkungan tersebut secara umum merupakan respon produsen terhadap tingginya permintaan dan kepedulian konsumen terhadap permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh proses produksi yang tidak ramah lingkungan, meskipun ada juga produsen yang memang sudah concern mengenai hal itu.

Gambar: Wisnuvegetarianorganic.wordpress.com
Fenomena tesebut di atas merupakan gambaran yang timbul dari kehadiran green consumerism atau dapat kita sebut sebagai konsumerisme hijau. Konsumerisme tidaklah sama dengan konsumtivisme, meskipun keduanya seringkali dianggap sama. Konsumtivisme adalah pola hidup (kebiasaan) boros atau berlebihan dalam mengonsumsi suatu produk. Sedangkan konsumerisme bersifat sebaliknya. Konsumerisme menurut ensiklopedia Britanica adalah gerakan atau kebijakan yang diarahkan untuk mengupayakan penyesuaian metode produksi dan promosi sehingga dapat melindungi hak konsumen.  Orang yang melakukan tindakan konsumerisme disebut dengan konsumeris. Selanjutnya tentu dapat kita kaitkan kata “hijau” dengan konsumerisme.
Konsumerisme hijau mengarah pada pergerakan konsumen untuk melakukan tindakan konsumsi yang mendukung pelestarian lingkungan (sustainable environment).  Adanya konsumerisme hijau ini menuntut produsen untuk lebih memperhatikan lingkungan, juga menyadarkan konsumen untuk berpartisipasi secara aktif melalui tindakan konsumsi yang ramah lingkungan, contohnya melalui upaya mengurangi penggunaan produk plastik (reduce), penggunaan kembali barang yang dapat dipakai ulang (reuse) dan pendaur-ulangan barang-barang untuk mengurangi volume sampah (recycle).
Sebuah survei (oleh SC Johnson) pada awal dekade 90-an di Amerika Serikat menunjukkan seberapa besar persentase (pada contoh) dari jenis-jenis konsumen di Negeri Paman Sam itu sebagai berikut:
  • Konsumeris hijau atau disebut dengan true- blue green yang aktif dan konsisten melestarikan lingkungan terdiri atas aktivis, professional, dan tokoh masyarakat  dengan jumlah sebanyak 20%;
  • Greenback greens adalah orang yang bersedia untuk membayar lebih banyak dari yang seharusnya untuk produk-produk yang bersifat ramah lingkungan. Presentase golongan ini berjumlah sekitar 5%, terdiri atas orang-orang non-aktivis yang sedang dalam kenaikan karir;
  •  Sprouts yaitu orang-orang yang terkadang peduli dengan lingkungan tetapi masih bingung untuk memilih antara kesejahteraan ekonomi vs pelestarian lingkungan. Jumlah sprouts cukup banyak, sekitar 31%;
  •  Grausers merupakan golongan orang yang menyalahkan pihak lain atas terjadinya kerusakan lingkungan dan tidak berniat untuk berpartisipasi dalam konsumsi hijau. Jumlah grausers ini sekitar 9% dari contoh;
  • Basic Brown terdiri atas orang-orang dengan perekonomian rendah, belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya dan tidak memiliki pendapat bahwa konsumen dapat melestarikan lingkungan. Jumlah golongan ini sekitar cukup besar 35% dari contoh.

Penelitian terbaru dari SC Johnson mengenai green consumerism ini menunjukkan hasil yang lebih baik. Pada tahun 2011 tujuh dari sepuluh orang Amerika menyatakan dirinya cukup banyak tahu mengenai permasalahan lingkungan. Di samping itu mereka menyatakan bahwa mereka yakin dapat melakukan langkah kecil untuk memperbaiki lingkungan. Hal tersebut lebih baik dibandingkan tahun 1990 ketika hanya ada lima dari sepuluh orang mengaku tahu tentang permasalahan lingkungan.
Penulis sendiri berpendapat bahwa pelestarian lingkungan melalui green consumerism akan mampu mengurangi banyak permasalahan lingkungan yang merisaukan. Meskipun masih banyak pihak yang apatis terhadap efektivitas pelestarian lingkungan ini, jika upaya pelestarian lingkungan tersebut dilakukan secara konsisten, berkelanjutan, dan kolektif, lingkungan yang lestari pun dapat diwujudkan. Jadi, kita kah konsumeris hijau?

No comments:

Post a Comment