“I’m Proud to Be a Family and Consumer Scientist”
(a note of scientist
wannabe : Afina Mutmainnah)
Since I learned in a study programme about family and consumer (famous
to be called Family and Consumer Science), I have more sense and (at least) pay
attention to families in my neighborhood, child development, and even to the
label of a product also its advertisement :D
“ Dasar kamu anak nakal…
menyebalkan!”
Wow. Akhir- akhir ini
saya sering sekali mendengar ibu-ibu mengeluarkan kata-kata bernada demikian
untuk anak-anaknya yang “mengganggu” pekerjaannya. entah itu di depan mata
saya, atau di dalam “kotak kaca” yang menayangkan kelakuan orangtua yang anomali.
Believe it
or not, ibu-ibu dan bapak-bapak tersebut sepengelihatan saya lebih suka
untuk main gadget daripada main
bareng anak-anaknya yang sedang dalam masa keemasan, or famously called “golden age”.
Dulu, sebelum saya melabeli
diri saya dengan “Anak IKK”, rasanya saya tidak begitu peduli dengan hal-hal
seperti tertulis di atas, bahkan saya juga belum pernah mengenal istilah Ilmu
Keluarga dan Konsumen sebelumnya.
Long time ago, I desired to be a Psychologist. Saya selalu suka
berhubungan dengan hal-hal yang “berbau manusia”. Sampai suatu saat di akhir
tahun 2009, IPB mengirimi sekolah saya surat USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Saat itu saya termasuk salah seorang yang di-list oleh sekolah untuk mengambil seleksi ini. Wow, I even not interested in agriculture. Tapi
akhirnya saya rajin sekali membolak-balik brosur dan booklet yang IPB kirimkan.
Hingga saya menemukan di beberapa lembar terakhir, fakultas yang nampak
menyenangkan untuk tempat belajar berikut nama departemen yang terlihat berkilau
di mata saya J
Ilmu Keluarga dan Konsumenà
Family and Consumer Science.
Yep, passion saya di bidang humaniora ini cocok dengan tagline IKK “Building Human Capital, Making
for The Better Lives”
Ilmu-ilmu di dalam
program studi ini erat kaitannya dengan dunia anak (which is really interesting), keluarga, dan kehidupan konsumen.
Dan akhirnya, saya
menuliskan nama departemen ini sebagai pilihan pertama saya dalam formulir. Ketika
mengisi formulir ini (yang jumlahnya berlembar-lembar) saya sangat berharap
akan lulus dan dicantumkan sebagai mahasiswi departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen. Dan ternyata terkabul J
Yes!
Waktu masuk tingkat 1
a.k.a TPB, rasanya saya tidak sabar ingin langsung belajar hal-hal baru dari
departemen tempat saya belajar. I’m
pretty sure it will be fun.
Masuk tingkat dua, memang
iya ternyata. It will always be fun.
Saya seperti menghadapi
dunia yang nyata, ilmu-ilmu ini memang nyata. Keluarga adalah tempat kita
dibesarkan sebagai manusia, anak adalah masa lalu kita dan juga “masa depan”
dalam hidup kita, dan konsumen adalah “profesi” yang tidak pernah bisa kita
lepaskan sepanjang hidup kita.
Masuk tingkat tiga,
kehidupan manusia semakin terasa rumit (bukan hanya tugas kuliah yang makin rumit
haha), but it’s for real.
Menjadi manusia yang berkualitas
(bukan hanya bisa bertahan hidup tapi mampu bermanfaat untuk banyak mahluk
lainnya) itu bukan sulit, tapi kalau saya boleh meminjam istilahnya Mr.
Ahmadinejad, Misyavad va Mitavonim (hal
ini mungkin dan dapat dilakukan). Perubahan untuk menjadikan kita sebagai
manusia berkualitas ini harus dilakukan sejak kita belum berkeluarga. Kita harus
menjadi manusia yang siap untuk menghadapi berbagai kemungkinan kemajuan atau
hal lain yang terburuk dalam hidup. Hingga ketika waktu dewasa tiba, kita sudah
siap, matang, dan mampu menelurkan manusia penerus yang juga siap melanjutkan
apa yang sudah kita mulai.
Long time ago, some people asked me, “emang ada ya jurusan yang belajar
tentang keluarga, buat apaan sih, emang penting?”
I used to answer with this à “ada, ya makanya ada jurusannya juga berarti ilmu ini
tuh penting untuk dipelajari”
But for now and forever, when some people ask me the same question, I will
answer with thisà “Yeah,
it will always be an important science because life is too precious to be ignored”.
No comments:
Post a Comment